(Puisi)
Jalan
Pulang
Karya : Norrina,S.Pd
Andai ada jalan pintas terdekat
melewati gunung haraan yang menjulang tinggi itu,
Mungkin waktu perjalanan kami bisa
dipersingkat untuk kembali pulang.
Andai jalan propinsi ini punya
trowogan bawah tanah ditengah gunung bamega batu berbaris itu,
Mungkin perjalanan tak perlu memutari
ratusan kilometer melewati propinsi orang.
Andai aku kuasa atas diriku sendiri
melewatinya,
Mengarungi perjalanan menempuh
waktu dan medan yang luar biasa dahsyat
Menuju kampung halaman tercinta, tak
mesti menunggu jemputan orang tua
Hingga mereka harus turing keliling
Kalimantan Selatan dari HST
Sungguh, aku lemah tak berdaya
Ketika kuasaku tak sanggup tuk berjaya,
Hanya untuk kembali bersama
keluarga
Setelah merindukan kampung halaman
tercinta.
Hari ini aku kembali kesini, merasakan
atmosfir yang sama,
Setelah beberapa triwulan berlalu sendu
dan merindu
Kebahagiaan yang dinanti telah tiba, membersamai keluarga
Dalam indahnya ramadhan mubarak yang mengalun merdu
Ramadhan 1442 H
(Cerpen)
Takdir Qadir dan Kebanjiran
Karya : Norrina,S.Pd
Rabu malam, hawa dingin masih
menyelimuti hiruk pikuk kota kecil bagian tengah yang berhulu pada sebuah
sungai yang bermuara didaerah Pegunungan Meratus. Setelah siang tadi hujan
lebat sempat mengguyur dengan derasnya. Kini angin membawa hawa dingin yang
menghembuskan kabar dahsyat yang membuat penduduk kota itu dicekam kekhawatiran
namun masih berharap ini hanya kabar biasa yang tak membahayakan. Seketika hawa
dingin berubah menjadi kepanikan. Ketika satu persatu rumah warga diketuk untuk
membangunkan penghuninya. Mereka diminta waspada bahwa banjir akan tiba tepat
pagi dinihari ketika mata masih meminta haknya untuk dipejamkan. Penghuni rumah
mulai merapikan barang-barang yang terserak meski seadanya meski mata masih
mengantuk. Begitu juga yang terjadi dirumah Pak Qadir.
Tok Tok Tok ,
“Assalammualaikum” Terdengar suara
ketukan pintu dan diiringi salam.
“Assalammualaikum” Suara itu diulangi
lagi. Hingga Kakek Qadir berangkat meraih pintu tepat pukul 01.30 WITA dini
hari.
“Waalaikum salam, baru pulang Nak” Sapa
Kakek Qadir pada putra bungsunya yang baru sampai dirumah.
“Iya, tadi dapat kabar digunung banjir,
hingga saya pulang larut dan menantikan kenaikan air sungai Yah,,, semoga air
bandangnya tidak sampai kesini” Kata Paman Qadir memberi kabar dan informasi
yang baru diamatinya.
“Benarkah? Ayah akan hubungi teman-teman
dulu, kamu jangan membuat seisi rumah panik, kasian keponakanmu Qadir yang
masih baru lahir, semoga kita semua dilindungi Allah SWT” Kata Kakek Qadir
bijak dan menenangkan anaknya.
“Aamiin Ya Allah” Ucap Paman Qadir
menyahuti seraya berdo’a demi keselamatan keluarganya. Paman pun masuk kamar
dan beristirahat. Namun sejak tadi ia tidak bisa tidur sambil menanti kabar
dari teman-teman melalui media sosial.
Didalam kamar Pak Qadir yang melihat
putranya masih tertidur nyenyak disampingnya, samar-samar mendengar kabar dari
Adiknya yang baru datang. Dipandanginya Qadir yang masih tidur pulas setelah
diberi ASI oleh Istrinya yang juga sedang terlelap tidur. Pak Qadir yang belum
pernah menemui banjir saat tinggal dikota itu setelah menikahi istrinya pun tak
terlalu khawatir meski telah mendengar samar-samar percakapan mertua dengan
adiknya tadi dari kamar dan kemudian ikut tertidur.
Dua jam kemudian ketukan pintu kembali
terdengar didepan pintu rumah mereka. Tapi kali ini bukan hanya rumah kami yang
diketuk, tetapi juga rumah tetangga secara bergantian. Mereka membawa kabar
yang mengejutkan untuk segera mengevakuasi barang-barang elektronik ketempat yang
lebih tinggi.
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu yang membangunkan
seisi rumah, dan disertai dengan kepanikan sang pemberi kabar.
Tok Tok Tok. Suara ketukan kembali
terdengar saat diantara kami melangkah menyusul daun pintu yang hampir sampai.
Kakek Qadir membuka pintu dan melihat salah satu warga yang ia kenal sudah siap
berdiri di balik pintu untuk memberi kabar bencana.
“Pak, banjir masuk kekota, segera
amankan barang-barang elektronik kalian ketempat yang lebih tinggi” Ucap orang
itu memberi tahu kami.
“Sampai mana sudah banjirnya?” Tanya
Kakek Qadir penasaran.
“Sudah masuk kejalan raya, Pak” Kata
orang itu singkat sambil pamit untuk mengetuk rumah lainnya agar mendapat kabar
yang serupa.
“Yah, liat ada air yang keluar dari
lubang saluran air!” Seru Pak Qadir merasa panik karena melihat gerakan air
yang deras keluar dari arah jalan gang sempit mereka.
“Iya Yah, sepertinya debit airnya sangat
tinggi hingga bisa mengalir sampai kemari” Ucap Paman Qadir memnyampaikan
perkiraannya.
“Ayo segera kita merapikan barang-barang
kalian” Ajak Kakek Qadir tak mau membuang waktu lagi.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika
Pak Qadir dan seluruh keluarga hari ini mengalami musibah banjir yang datang
tiba-tiba. Air datang dari segala sumber, bahkan dari pipa galian saluran
pembuangan yang menuju ke sungai. Tapi kini sebaliknya, air datang dari saluran
pembuangan air yang berasal dari sungai. Sehingga penyebaran airnya merata bisa
menenggelamkan seluruh pemukaan dataran rendah di sepanjang jalan aliran sungai
sampai memasuki gang sempit yang padat penduduk
Sampai dikamar, Pak Qadir mendapati
Istri dan Anaknya sudah bangun dan juga khawatir menanyakan keadaan banjir yang
terjadi. Meski sekarang bayi Qadir masih berumur 15 hari setelah dilahirkan.
Menurut perkiraan dokter yang menangani pemeriksaan kelahiran bayinya. Anaknya
akan lahir pertengahan bulan Januari 2021 hingga tak pernah disangka oleh
keluarga Pak Qadir bahwa anaknya akan lahir lebih cepat dari perkiraan. Padahal
sebelum lahiran Pak Qadir sempat meninggalkan Istrinya yang hamil besar keluar
kota untuk urusan pekerjaan. Hingga satu malam setelah kepulangannya, anaknya
yang diberi nama Abdul Qadir lahir dengan persalinan normal dan tubuh sempurna.
Setelah semua acara lahiran, pemberian nama bayi dan selamatan selesai, tepat
seminggu setelah itu, kini terjadi banjir yang menggenangi kota sampai kerumah
Pak Qadir dan keluarga.
“Mas, gimana dengan anak kita, biasanya
kalau banjir, yang paling sulit itu adalah air bersih, dan yang dikhawatirkan
nanti kesehatannya” Ucap sang Istri mengkhawatirkan anaknya, karena ini bukan
banjir pertama yang pernah di temuinya. Lain halnya dengan Pak Qadir yang baru
saja tinggal dengan mertuanya. Banjir ini adalah pengalaman pertamanya.
“Kalau kamu mau, sementara tinggal
dengan orang tuaku selama banjir disini?” Kata Pak Qadir memberikan saran pada
Istrinya.
“Iya Mas, gak papa, demi keselamatan
anak kita” Kata Istrinya yang baru saja melahirkan dan sangat membutuhkan air
bersih dan lingkungan sehat untuk bayi mereka.
“Kamu siapkan segala kebutuhanmu dan
Qadir, aku telpon Ayah dulu untuk menjemputmu” Ucap Pak Qadir mengarahkan
Istrinya.
Tiba-tiba Nenek Qadir yang sudah selesai
merapikan barang mengetuk pintu kamar dan menanyakan keberadaan cucunya.
“Qadir gimana Nak, kata teman Ayahmu,
banjir bandang kali ini sangat parah dari Gunung Meratus” Kata Nenek Qadir
menyampaikan kabar yang baru didengarnya.
“Benarkah Ma” Sahut Istriku.
“Bahkan banjir bandang ini sudah merusak
beberapa rumah disana, katanya air datang tanpa diduga dan dengan sekejap
membawa rumah mereka yang diseret oleh derasnya debit air beserta pepohonan
yang tumbang, Mama ngeri sekali
mendengar itu dari teman Ayahmu” Kata Nenek Qadir melanjutkan ceritanya.
“Iya Nak, lebih baik, kamu selamatkan
dulu bayimu ditempat yang aman, biar kami yang mengurusi rumah ini” Saran Kakek
Qadir yang berujar dari depan pintu kamar.
“Gimana Mas, Apa Ayah mertua sudah dihubungi?” Tanya Mama Qadir
memastikan rencana mereka.
“Iya, sudah, nanti setelah sholat subuh,
aku antar kalian ke jalan raya depan yang belum digenangi banjir, sehingga
mobil Ayah bisa menyusul” Kata Pak Qadir.
“Mama bisa menemani Anak dan Cucu Mama
untuk sementara tinggal dirumah orang tuaku” Ajak Pak Qadir pada mertuanya.
“Mama disini saja, semoga banjirnya tidak
sampai naik kerumah” Tolak Nenek Qadir.
Azan Subuhpun berkumandang seiring
bertambahnya debit air yang menggenangi kota. Mereka sekeluarga mengambil Wudhu
untuk menunaikan sholat subuh. Dinginnya udara dan guyuran air kran kali ini
sangat dingin hingga dengan berwudhu saja membuat mereka mengigil kedinginan.
Pak Qadir segera menunaikan hajatnya. Setelah selesai pamit membawa istri dan
anaknya untuk di jemput. Hujan mulai turun gerimis di pagi itu. Hingga mereka
dengan susah payah memasang jas hujan dan berjalan melewati arus banjir yang
sudah setinggi lutut, mereka berjalan hampir 2 KM menuju tempat yang disetujui.
Sampai akhirnya tiba disana dan menunggu sampai hari berangsur terang dangan
rintik hujan yang menyerawak kepermukaan berhenti. Genangan air banjir yang
bercampur lumpur berwarna kuning keemasan mereka lewati dengan langkah kecil
sambil menggendong bayi Qadir yang masih tertidur pulas dalam dekapan Ibunya.
Sampai didepan bengkel mereka berhenti untuk istirahat menunggu jemputan. Pak
Qadir berusaha lagi menghubungi orang tuannya yang menjemput. Begitu sambungan
diangkat, Pak Qadir menanyakan keberadaan orang tuannya.
“Assalammualaikum”, tanpa salam dijawab
diseberang telpon, Pak Qadir terus menyampaikan apa yang ingin ditanyakannya.
“Yah, Sudah sampai dimana?” Tanya Pak
Qadir.
“Waalaikum salam, Macet banget di
Mandingin, gak bisa tembus, air sudah menggenangi badan jalan” Ujar Ayah
memberitahukan kondisi disana.
Mendengar hal itu Pak Qadir berpikir
keras karena dari sana untuk mencapai keberadaannya juga akan melewati satu
tempat lagi yang kemungkinan akan lebih dalam dari badan jalan yang ayahnya
temui. Yang berarti seputaran masjid Agung sudah dua kali lipat tingkat
kedalamannya dari simpangan Mandingin. Pak Qadir mengingat jalan tembus yang
lain untuk menuju keberadaannya.
“Yah,,, Ayah balik arah aja memutar
lewat simpangan dekat masjid di Mandingin lewat jalan tol, nanti kami tunggu di
rumah keluarga di Matang ginalon, disini airnya juga mulai naik” Ucap Pak Qadir
memberitahu Ayahnya.
“Baiklah, tunggu disana saja” Ucap Kakek
Qadir kemudian menyetujui saran Anaknya. Akhirnya Kakek Qadir memutar arah
mobilnya menuju jalan yang diberitahukan Pak Qadir dengan susah payah dan
memecah kemacetan Kakek Qadir berusaha melajukan mobilnya ditengah antrian pengemudi
dengan tujuan yang sama dan tak dapat melewati arus banjir yang deras dan
semakin dalam. Kakek berusaha menuju lokasi yang disebutkan tadi meski
dibeberapa titik juga menemukan genangan banjir yang masih bisa dilewati,
hingga sampailah pada tempat tujuan setelah hampir dua jam memutar jalanan
hingga sampai ke Matan Ginalon tempat keberadaan cucunya.
Tepat jam 8.00 WITA pagi mereka berhasil
bertemu dan menjemput cucu kesayangannya yang masih dalam buaian. Pak Qadir
menitipkan Anak dan Istrinya bersama Ayahnya dan memutuskan kembali kerumah
mertuanya membantu disana. Dengan berat hati Pak Qadir melepaskan kepergian
Anak dan Istrinya. Mereka saling melambaikan tangan dan saling memberi pesan
untuk menjaga diri dan hati-hati. Bayi Qadir dicium hangat oleh Ayahnya yang
kala itu melepaskan kepergian mereka untuk mengungsi dari banjir sebelum
berpisah. Setelah itu Pak Qadir berjalan gontai menyusuri banjir kembali
kerumah mertuanya. Air kali ini semakin dalam dari pada saat ia mengantarkan
Anak dan Istrinya keluar tadi, dalam waktu 2 jam saja, air sudah mencapai
pinggang orang dewasa. Pak Qadir tak mampu lagi meneruskan perjalanan memasuki
gang, karena disana debit air yang mengeluar berasal dari saluran air dibawah
tanah meluap dengan derasnya. Begitu sampai didepan gang, tiba-tiba, Pak Qadir
mendengar suara memanggilnya.
“Nak, jangan masuk gang lagi!”, suara
teriakan memanggilnya.
“Ayo ikut Mama kerumah Julak yang ada
lotengnya”, ucap Nenek Qadir dari seberang jalan menunggui menantunya,
kalau-kalau kembali setelah mengantar Anak dan Istrinya. Pak Qadir pun menyusul
mertuanya menyeberangi jalanan yang banjir dan masih mengenakan jas hujan yang
dipakainya ketika berangkat tadi.
“Qadir dan Mamanya sudah aman bersama
Kakeknya tadi dijemput Ma” Kata Pak Qadir memberitahu mertuanya.
“Alhamdulillah, Sekarang kita yang perlu
mencari tempat yang lebih tinggi untuk istirahat”, Kata Nenek Qadir mengucapkan
rasa syukurnya akan keselamatan Anak dan Cucunya.
“Apa banjir biasanya sampai sedalam ini
Ma, disini?” Tanya Pak Qadir.
“Baru kali ini banjir sampai pinnggang,
dan ini pun debit airnya masih terus naik” Ucap Mama sambil berjalan menerobos
banjir.
“Kakek dan Paman Qadir dimana Ma?” Tanya
Pak Qadir lagi ketika sampai di loteng Julak dan tak menemukan kedua keluarganya
itu.
“Mereka tadi masih di rumah dan naik
ketempat jemuran yang lebih tinggi” Kata mertuaku memberitahukan keberadaan
Suami dan Anak bungsunya.
“Kamu disini saja, ganti bajumu yang
basah itu, nanti sakit” Ucap Mertuanya sambil menyerahkan kantong pelastik yang
berisi baju kering yang sengaja dibawanya sebelum meninggalkan rumah tadi.
Pak Qadir pun mengganti bajunya yang
basah dan pasrah pada takdir yang dialami keluarganya, terutama Qadir kecil
yang kebanjiran diusianya yang baru berumur 15 hari. Menelisik kebelakang, Pak
Qadir masih bersyukur bahwa Isrtinya melahirkan lebih cepat dari perkiraan
hingga tak melahirkan ditengah kondisi banjir seperti ini. Dan bayi Qadir kini
telah aman bersama orang tuanya.
Sementara didalam mobil, Kakek yang dari
tadi menyetir masih saja menemukan beberapa jalan yang tergenang air.
Alhamdulillah jalan itu masih bisa ditembus mobil. Hingga Kakek Qadir
memutuskan melewati jalan tembus yang lebih jauh lagi memutar dan tidak kembali
kejalan asal yang dilewati tadi. Kakek Qadir memutar lewat Ilung hingga memakan
waktu lama di perjalanan hingga sampai di rumah. Sejam setengah tibalah Kakek,
bayi Qadir dan Mamanya didepan rumah dan disambut hangat oleh Nenek dan Tante
Qadir yang cemas menunggu dari tadi. Mereka senang sekali menyambut kedatangan
cucunya pertama kali kerumah mereka.
“Ya Allah, Cucuku,,, ayo masuk, kasihan
sekali masih kecil sudah kebanjiran” Ucap Nenek Qadir meraih cucunya dari
pelukan sang ibu yang kelelahan selama perjalanan tadi.
“Ayo masuk Kak” Ucap Tante Qadir sambil
membawakan barang-barang Bayi Qadir masuk kedalam rumah.
“Bagaimana dengan suamimu Nak?” Kata
Nenek Qadir menanyakan putranya.
“Ayah Qadir kembali kerumah,
membantu-bantu disana” Jawab menantunya yang juga masih mengkhawatirkan
keberadaan suaminya ditengah banjir.
Istrinya dan keluarga mengkhawatirkan
Pak Qadir yang tak bisa dihubungi sedari tadi. Sampai malampun menanti dan
langit pagi menyeruak kepermukaan. Telpon Pak Qadir kembali dihubungi, namun masih tak bisa. Apakah gerangan yang
terjadi? sementara sang bayi selalu rewel. Malam kedua pun berlalu, Pak Qadir
masih tak bisa dihubungi. Kecemasanpun menghantui seisi rumah, bahkan bayi
Qadir selalu rewel tiap malam menginap dirumah Nenek tanpa Ayahnya. Hingga
malam berikutnya Pak Qadir bisa menelpon dengan telpon biasa, mengabarkan
keadaannya baik-baik saja dan air masih setinggi dada dari tadi malam.
“Tadi malam handphone terjatuh di banjir hingga mati dan sekarang menelpon
pakai handphone Kakek yang biasa,
bukan android” Ucap Pak Qadir menjawab segala kekhawatiran keluarganya.
“Bagaimana banjirnya?” Tanya Istrinya
sekali lagi.
“Air sudah mulai turun, puncaknya tadi
malam sampai dada orang dewasa” Kata Pak Qadir mengabarkan.
“Bagaimana dengan ketersediaan makanan
disana, apa bisa makan?” Tanya Istrinya lagi.
“Iya tadi dapat makan, ada yang
membagikan nasi bungkus meski gak banyak” Kata Suaminya.
“Alhamdulillah, jaga kesehatan ya Mas,
pakai baju kering, dan jangan terlalu capek” Pesan Istrinya.
“Iya, sudah dulu ya, ini mau ikut
membersihkan Langgar, supaya bisa sholat dan istirahat, kasian para pengungsi
yang mencari tempat istirahat, karena banjir yang mereka derita lebih parah
dari pada kita” Begitu kata Pak Qadir menutup pesan untuk Istrinya.
Kota Barabai yang terkenal sebagai pusat
ekonomi sebanua enam atau terkenal dengan istilah Barabai Parisj Van Borneo pun
sempat lumpuh total selama beberapa hari. Sebab banjir bukan saja memutus jalan
terotoar tetapi juga jalannya perekomonian masyarakat sebagai pasar agrobisnis
hasil perkebunan yang selama ini memasok sayuran segar dari berbagai daerah.
Akses
untuk pemberitaan dan media sosial untuk beberapa saat terhenti karena
pemadaman listrik selama banjir. Air bersih yang sulit dipenuhi juga menambah
penderitaan warga. Meski ketersediaan air melimpah sampai masuk rumah, air
bersih untuk minum sangat langka dan makanan sulit dicari. Malampun diselimuti
gelap yang menambah dinginnya hari. Kali ini Pak Qadir dan keluarga hanya mampu
merenungi nasib rumahnya yang terendam banjir melalui loteng rumah tetangga
yang sengaja menampung mereka untuk beristirahat.
Meski air mulai surut, tapi Pak Qadir
belum bisa menyusul Istri dan Anaknya. Pak Qadir masih berada di banjir sampai
hari minggu. Hingga Ayahnya kembali ketempatnya untuk menjemput dan banjir bisa
dilewati mobil. Sementara sepeda motor miliknya masih belum bisa dipakai karena
mogok terendam banjir. Akhirnya Bayi Qadir dapat bertemu Ayahnya dan mulai
berhenti rewel setelah 3 malam yang panjang akan kerewelannya yang
mengkhawatirkan keluarganya dan juga penduduk disekitarnya kebanjiran. Kini Pak
Qadir sudah berkumpul dengan keluarga kecilnya.
Sampanahan,
2 Februari 2021
Meng-azzam-kan
niat untuk berbagi kebaikan
(Artikel)
BURDAH DI DESA
SAMPANAHAN
(Karya
Puisi Terbaik Sepanjang Masa)
Oleh Norrina,S.Pd
Qasidah burdah
sudah terkenal seantero dunia. Burdah
berisi ungkapan kerinduan yang selalu didengungkan lewat bait syair yang
mengalun merdu. Syair pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW melalui selalu
menggema di majelis-majelis pencintanya. Mengalunkan syair burdah dalam indahnya kata berbait do’a. Didalam burdah terdapat
puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu,
do’a-do’a, pujian kepada Al-Qur’an, isra mi’raj, jihad dan tawasul. Semua itu
dibuat secara puitis. Burdah memberi
manfaat pada jiwa, menyiramkan
kesegaran pada kegersangan hati akan taqwa, melalui lantunan merdu syair
sepanjang masa.
Sajak pujian menyimpan pesan semangat perjuangan. Qasidah burdah dari negeri Mesir yang kita lantunkan, menggema
diseluruh negeri islam. Burdah
senantiasa dilantunkan diberbagai penjuru dunia dan sudah diterjemahkan dalam
berbagai bahasa Negara.
Penyair
hebat Imam Al Busiri (610-695 H) yang bernama lengkap Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Saed bin Hammad Al Busiri
sebagai pengarangnya. Terdapat
kisah
bahwa burdah berasal dari hasil karya
seorang lumpuh yang memuji Nabi Muhammad SAW dan memohon syafaatnya. Dia adalah
Imam Al-busiri yang berinisiatif
mengubah syair-syair pujian dikala ia sedang sakit dan melantunkan
bait syair yang dibuatnya sampai tertidur dan bermimpi berjumpa Nabi Muhammad
SAW. Kemudian ketika bangun dari mimpi, seketika ia sembuh dari lumpuhnya.
Alunan syair burdah juga mampu
menyembuhkan berbagai penyakit dan mengatasi problem hidup. Dengan kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT. Jika
Rasulullah ridha, maka Allah SWT pun ridha akan kecintaan kita pada Rasulullah dan mengharapkan syafaat
atas beliau.
Di Indonesia, burdah
dianggap istimewa karena keunikannya, selain shalawat lain seperti
pembacaan Barzanji dan Ad Diba’i. Diantara daerah-daerah penikmat syair burdah,
yang menjadikan membaca burdah sebagai tradisi adalah sebuah desa kecil bernama
Sampanahan. Diceritakanlah sebuah desa yang mengalunkan syair burdah dalam
keseharian hidup bermasyarakat melalui majelis dan rumah-rumah penduduk.
Gambar letak desa Sampanahan, Kotabaru-KalSel
Desa Sampanahan adalah sebuah desa kecil yang berhulu
dari sungai yang berada dipedalaman kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Jalur transfortasi darat dan perairan yang bermuara kelaut sebagai penghubung
desa Sampanahan dengan desa Gunung Batu Besar ibukota kecamatan Sampanahan dan
pemerintah kabupaten Kotabaru yang berada dipulau. Sungai Sampanahan lengkap
dengan buaya muara yang berjemur dipinggir sungainya. Juga daerah dataran
rendah yang berlangganan banjir setiap tahun karena letak geografis yang diapit
oleh aliran sungai yang berkelok. Sinyal jaringan internet yang terbatas.
Penduduk yang ramah dengan suasana agamis yang kental dalam kesehariannya.
Burdah
bukan hanya sebagai ritual keagamaan, tetapi berisi tasawuf dan pesan moral
yang diajarkannya. Kegiatan
membaca burdah di desa Sampanahan yang mayoritas masyarakat beragama
islam. Beberapa alim ulama di desa ini menerapkan pola pembelajaran seperti
pada pesantren-pesantern yang terkenal di Kalimantan Selatan. Mereka membentuk
majelis ilmu untuk ibu-ibu
dirumah tokoh agama dan pengajian umum di masjid untuk bapak-bapak. Selain itu
mereka juga membiasakan mendengungkan maulid
habsy dan burdah hampir diseluruh
pelosok kampung yang terdiri dari 9 Rukun Tetangga (RT). Tidak heran jika
setiap kelompok mempunyai kelompok pembacaan burdah sendiri.
Burdahan
tersebut dilaksanakan berbeda-beda malam dalam setiap minggunya. Pembacaan burdah yang terbiasa terdengar
disekitari Sampanahan,
yaitu: malam senin oleh RT tetangga, malam
jum’at di RT kami yang pesertanya didominasi oleh ibu-ibu, malam rabu bertempat
di masjid Al- Hidayah khusus untuk umum. Dan juga malam minggu di makam Datu
pacah ampat khusus jama’ah laki-laki. Ritual
burdah juga sudah menjadi tradisi di
desa Sampanahan, khususnya pada acara hari besar agama islam dan setiap
kegiatan yang mengumpulkan orang banyak atau zikir di selipkan bacaan burdah.
Seperti: ketika memperingati tahun baru islam, ketika menolak bala waktu
memperingati hari arba musta’mir (hari rabu terakhir bulan safar), dan setiap
kali mengadakan acara haulan guru-
guru besar/ tokoh agama oleh masyarakat sekitar. Pada peringatan hari besar
agama seperti tahun baru islam dan hari arba musta’mir. Penduduk berarak
keliling kampung sambil membaca burdah
dengan berjalan beriringan. Kegiatan pawai ini dipenuhi oleh berbagai kalangan,
ada anak-anak, remaja, dewasa, orang tua bahkan kakek-kakek yang masih kuat
berjalan keliling kampung. Karena memang kampung Sampanahan ini tidak terlalu
luas. Keliling kampung bisa ditempuh dengan berjalan kaki memasuki
pelosok-pelosok gang kecil yang saling berhubungan. Meski sebagian penduduk
tidak ikut turun langsung berjalan keliling kampung. Mereka ikut serta
menyediakan makanan dan minuman dititik-titik yang dilaluinya pawai tersebut.
Sehingga ritual burdahan ini menjadi sangat meriah dan mengesankan bagi
penduduk desa Sampanahan, apalagi bagi saya orang perantauan yang tinggal
disini. Hal ini menjadi
pengalaman seru bagi saya ketika langkah kaki yang dijalankan mengikuti irama burdah yang dibaca. Serasa ada aura yang
membahagiakan dari do’a yang dilantunkan dengan penuh harap untuk keselamatan
kampung dari segala macam marabahaya dan semoga terhindar dari berbagai macam
penyakit.
Kegiatan
membaca burdah sudah menjadi
kebiasaan penduduk turun temurun hingga lantunannya terbiasa dilafalkan dari
anak-anak sampai dewasa. Ritual burdah
ini tidak lepas dari kebiasaan yang diajarkan oleh tokoh masyarakat, tokoh
agama dan merupakan zuriat Nabi Muhammad SAW yang sekarang bermakam di
Sampanahan. Beliau adalah Habib Umar bin Habib Ali Al Bahasym (alm) yang hari ini
diperingatinya haulan beliau yang ke-53. Setiap haul beliau diperingati
penduduk kampung setiap tahunnya dengan meriah. Meski
hanya terdapat satu masjid besar bernama Al-Hidayah sebagai pusat keagamaan.
Didesa ini ada juga sebuah pesantren yang masih swakelola dengan bangunan
sekolah dengan MTsN untuk kegiatan belajar keagamaan santri-santri disini.
Dimana Pendidikan yang diajarkan berpedoman dari pesantren terkenal di
Kalimantan Selatan. Karena sebagian guru yang mengajar disini adalah alumni
dari sana. Pendidikan keagamaan ini sudah berkembang dari tingkat
TK-SD-SMP/MTs-SMA, dimana anak-anak pagi sekolah sebagai siswa belajar
Pendidikan formal dan siangnya anak-anak sekolah sebagai santri belajar ilmu
agama di pesantern Miftahul Khair dan ditambah lagi malamnya kegiatan
kemasyarakatan melalui kelompok – kelompok maulid
habsy dan burdahan dirumah-rumah
penduduk secara bergantian.
Peran dari pembacaan burdah dikampung ini adalah salah
satu penyeimbang untuk harapan dan do’a agar masyarakat dan lingkungan terjaga
dari masalah sosial. Karena didalam syair burdah
juga terdapat pelajaran moral. Mengenalkan dan mengarahkan untuk
meneladani sikap-sikap yang ada pada diri Rasulullah sebagai kebiasaan baik
yang bisa mereka tiru. Masyarakat awam penikmat bacaan burdah di desa Sampanahan tidak mengetahui tentang isi kandungan burdah selain sebagai shalawat dan do’a.
meski begitu, mereka terus membaca dan memperdengarkan burdah dirumahnya. Membaca burdah
itu mengasyikan seperti mendengarkan alunan bacaan shalawat lainnya. Segersang-gersangnya tanah apabila selalu disiram akan
berkurang debunya. Begitu juga dengan
pembacaan burdah dikampung ini, dapat menyirami kesegaran pada kegersangan hati
akan taqwa. Oleh penduduk
yang yakin terhadap khasiat membaca burdah agar terkabul segala apa yang
mereka hajatkan. Apapun hajat dan tujuan membaca burdah jika dilakukan dengan ikhlas mengharapkan syafaat nabi
Muhammad SAW dengan begitu apapun yang diharapkan setelah membacanya akan
sesuai dengan harapan. Agar
terhindar dari dosa hati, maka kembalikan maksud membaca burdah dengan niat
karena Alah SWT yang dilakukan dengan ikhlas.
Sampanahan,
26 Juli 2021
BIONARASI
Norrina,
S.Pd. kelahiran 23 April 1989 ini adalah seorang guru
kelas di SDN Sampanahan-Kotabaru Propinsi KAL-SEL. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan
H.Hamdani dan Hj. Arlinah ini merantau dari Birayang- HST ke Kotabaru demi
mengabdikan dirinya didunia pendidikan.
Ia mengajar sebagai PNS di sebuah Desa kecil di pedalaman Kabupaten
Kotabaru. Meski berada didaerah yang susah sinyal, kegemarannya dalam membaca
dan menulis ia ekspresikan dalam aktivitas kesehariannya dengan terus belajar
menulis. Dapat dihubungi melalui norrinaspd@gmail.com atau FB dan IG: Riena Violetasya

Tidak ada komentar:
Posting Komentar